Kapan Harus Melepas? Kisah Sepatu BATA dan Penyakit Organisasi

Ketika PT Sepatu Bata Tbk resmi menghentikan produksi sepatu di Indonesia, banyak yang terkejut. Merek legendaris yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat selama puluhan tahun itu akhirnya memutuskan berhenti memproduksi alas kaki sendiri.

Namun, di balik keputusan besar itu, tersimpan pelajaran penting tentang kapan harus berhenti — dan bagaimana teori manajemen klasik yang dikenal dengan sebutan Dead Horse Theory bisa menjelaskan situasi ini.


Akhir dari Sebuah Era

Pada pertengahan 2025, Bata mengumumkan bahwa mereka tidak lagi memproduksi sepatu sendiri di Indonesia. Pabrik di Purwakarta ditutup, dan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), disepakati bahwa “industri alas kaki” dihapus dari kegiatan usaha perusahaan.

Keputusan ini bukan tanpa alasan. Dalam laporan keuangan semester pertama 2025, Bata mencatat kerugian bersih sekitar Rp 40,6 miliar, dengan penurunan penjualan hampir 39% dibanding tahun sebelumnya. Aset perusahaan juga terus menyusut, sementara biaya operasional tetap tinggi.

Langkah menghentikan produksi akhirnya menjadi satu-satunya jalan rasional untuk menghentikan kerugian berkelanjutan.


Dead Horse Theory: Saatnya Turun dari Kuda Mati

Istilah Dead Horse Theory atau Teori Kuda Mati muncul dari dunia manajemen dan organisasi pada akhir 1980-an. Teori ini menggunakan metafora sederhana:

Jika kamu sadar sedang menunggang seekor kuda mati, langkah terbaik adalah turun dari kuda itu.

Dalam konteks bisnis, “kuda mati” melambangkan proyek, produk, atau model usaha yang sudah tidak lagi menghasilkan nilai. Namun banyak perusahaan justru tetap memaksanya hidup — dengan menambah dana, mengganti manajer, atau menunda keputusan, berharap keadaan akan membaik.

Padahal, semakin lama dipertahankan, semakin besar kerugian yang ditimbulkan. Akar masalahnya sering kali bukan strategi, tapi ego dan rasa enggan mengakui kegagalan. Inilah yang membuat teori ini tetap relevan hingga sekarang.


Ketika Bata Akhirnya “Turun dari Kuda”

Dalam kasus Bata, “kuda mati” bisa diartikan sebagai model bisnis lama: memproduksi sepatu sendiri di dalam negeri. Dulu strategi ini efektif — biaya tenaga kerja murah, pasar stabil, dan merek kuat. Namun kondisi berubah.

Biaya produksi meningkat, tren mode bergerak cepat, dan merek-merek baru bermunculan dengan model outsourcing yang lebih efisien. Bata yang tetap berpegang pada pola lama akhirnya kesulitan bersaing.

Keputusan menghentikan produksi bisa dianggap sebagai langkah berani dan realistis. Perusahaan akhirnya memilih “turun dari kuda” dan fokus pada aspek lain seperti distribusi, ritel, atau transformasi model bisnis yang lebih ringan aset.


Pelajaran Berharga bagi Para Pengusaha

Kisah Bata bukan hanya tentang sebuah pabrik yang tutup, tapi juga tentang cara mengambil keputusan sulit. Berikut beberapa pelajaran penting bagi para pelaku bisnis:

1. Kenali Tanda-Tanda Awal “Kuda Mati”

Jangan menunggu sampai kerugian besar datang. Perhatikan penurunan penjualan, margin yang menyempit, perubahan perilaku konsumen, dan inefisiensi sejak dini.

2. Berani Memotong Kerugian

Kadang, keputusan paling bijak bukanlah bertahan, tetapi mengakhiri sesuatu yang tak lagi layak. Fokuskan energi pada hal yang masih punya prospek.

3. Pisahkan Ego dari Data

Bisnis yang baik harus dijalankan dengan kepala dingin, bukan perasaan. Fakta di lapangan harus mengalahkan nostalgia dan kebanggaan masa lalu.

4. Bangun Budaya yang Berani Berkata “Sudah Cukup”

Pemimpin perlu menciptakan ruang diskusi terbuka agar tim berani menyampaikan jika suatu proyek tidak lagi efektif. Kebanyakan organisasi gagal bukan karena tidak tahu apa yang salah — tapi karena tidak berani mengakuinya.

5. Siapkan Rencana Keluar (Exit Strategy)

Setiap lini usaha sebaiknya punya skenario “bagaimana jika harus berhenti”. Dengan begitu, ketika keputusan sulit datang, prosesnya bisa lebih cepat dan terarah.


Refleksi: Waktu untuk Turun

Kisah Bata menunjukkan bahwa bahkan merek besar sekalipun bisa terjebak dalam Dead Horse Syndrome — bertahan terlalu lama pada strategi lama yang sudah tidak relevan. Namun, justru keberanian untuk mengakui realitas dan mengambil keputusan pahit adalah tanda kedewasaan bisnis. Bagi para pengusaha, pelajaran utamanya sederhana namun krusial:“Kadang, langkah terbaik untuk maju adalah berhenti di waktu yang tepat.

Facebook
LinkedIn
Pinterest